Sejak Aku Mengenal Sebuah Nama

Pernah, suatu waktu, aku ingin menghapus saja semua cerita yang telah kutulis pada sebuah buku warna warni yang kusimpan di kepala.
Buku yang kutulis sejak aku mengenal sebuah nama — namamu.

Pernah, suatu waktu, aku bermimpi, pada sebuah hati aku berenang, mengapung, dan tenggelam. Sebuah hati dengan telaga sejernih air zam-zam, saung kecil yang teduh dikelilingi pohon-pohon rindang, sayur mayur dan buah-buahan. Sebuah hati yang mendendangkan nyanyian sederhana tentang kepulangan.

Apa kau tahu? Ketika kusandarkan kepalaku di atas dadamu, sekedar ingin mendengar debar-desir jantungmu; kuharap irama lembut itu hanya menyebut namaku. Dan aku mulai merangkai kisah baru di kepalaku, dan juga kepalamu. Dimana tumbuh rupa-rupa edelweiss yang wanginya menikam-tidurkan jiwaku. Sementara kau, kupu-kupu yang mengitarinya.

Hanya saja, aku terlalu malu untuk membuka jendela, sekedar membiarkanmu mengintip isi hati yang sesungguhnya telah tersirat dan tersurat, sedang kau tak juga bisa membaca.

Nanti, suatu waktu, aku ingin menghapus saja semua cerita yang telah kutulis pada sebuah buku yang kehilangan warna yang kusimpan di kepala. Ketika rindu yang berdarah-darah mencuri cahaya matamu, menjelma ribuan jarum pada tiap bilik jantungku. Ketika waktu yang terbujur kaku merenggut-paksa kau; yang telah menjadi detak-detik di dalamku. Ketika aku dan kamu, hanya akan menjadi aku.

Ketika itu, aku akan menghapus semua waktu, hingga aku tak lagi mengenal sebuah nama — namamu.

 

 

Pangkalpinang, 17 Juli 2013

balasan #DuetPuisi untuk @cocodarz Hari-hari Dimana Aku Begitu Mencintaimu

4 thoughts on “Sejak Aku Mengenal Sebuah Nama

Tinggalkan komentar